Tuesday, April 14, 2015

Warrior (2011)

0

Referensinya dari seorang sahabat warnet, katanya film ini keren tentang pegulat gitu.


Salah satu teman pun pernah ngomong ke saya waktu lagi ganti baju pas mau olahraga, “Warrior emang film keren. Kok gak bilang-bilang sih ada film bagus di laptop.”


Tapi sayanya belum nonton, mau lanjut nimpal saya gak tau, obrolan tentang film itu pun gak berlanjut. Film emang banyak di laptop tapi gak semua saya tonton, jadi banyak sekali teman yang sudah nonton film dari laptop saya tapi sayanya gak tahu. Malah ada film yang cuma hadir terus dihapus. Kayak kamu.




Teman saya yang curhat tadi bilang dia itu cita-citanya ingin jadi pegulat UFC dan smackdown, makanya bilang film ini bagus. Obrolan di atas terjadi ketika saya lagi berada di tahap kelas dua belas, sedang film ini ada di laptop dari zaman kelas sebelas bersama sahabat warnet.


Dari judul filmnya saja Warrior. Bagus banget judulnya dan sangat gagah, pengin nunjukkin kalau filmnya itu emang begitu. Awas jangan ketuker sama Dinasti Warrior, permainan legendaris perang antar raja-raja di Cina yang sering saya tonton ketika teman-teman saya memainkannya waktu SD di rental PS 2. Maklum, saya anak Winning Eleven kelas berat, tidak tertarik ke hal-hal gituan.


Bukan juga Waria, karena waria gak ada unsur gagahnya sama sekali, pun kalo judul filmnya Waria gak bakal saya tonton. Mending langsung ketemu the real waria-nya aja, jam dua belas malam di daerah Pasar Baru sekalian ikut mangkal.


Sekali lagi, “Warrior”, pokoknya film garapan sutradara Gavin O’Connor ini macho abis, keras, dan penuh tantangan. Buat yang suka cute-cute dan hatinya lembut, lemah, disarankan nontonnya film Larva saja.


Mungkin kalian sudah pada tahu UFC. Itu tuh, Ultimate Fighting Championship. Yang suka mengadu dua orang di ring yang bentuknya segi delapan, kayak sarang burung tapi dari besi, terus dua orang itu berantem dan bebas nyampurin gaya bertarungnya dari bela diri mana aja yang jadinya sering disebut “Mixed Martial Arts (MMA)” atau seni bela diri campuran. Gak kayak tinju, di UFC boleh pakai kaki buat menyerang lawan. Tentunya, kalo dibandingkan film The Fighter yang nyeritain tinju sebagai latar belakangnya, Warrior lebih berapi-api karena latar belakangnya UFC. Makin panas dingin aja, kan?


Dibuka dengan diperlihatkan seorang pensiunan tentara si Tommy Riordan (diperankan oleh Tom Hardy) nemuin bapaknya, Paddy Conlon (Nick Nolte), lalu mereka ngobrol. Dari obrolannya bisa diketahui bahwa ada yang aneh, kayak berantem gitu. Katanya sih bapaknya itu dulunya suka mabok, dan sekarang bapaknya pengin meyakinkan anaknya bahwa dia udah jadi lebih sholeh karena sudah mengenal Tuhan dan gak mabok lagi. Lalu, scene berpindah ke Brendan Conlon (Joel Edgerton) yang bisa diketahui adalah kakaknya Tommy. Dia seorang guru fisika yang disukai murid-muridnya, ganteng dan badannya kekar, gak kayak guru fisika kebanyakan. Ternyata malem-malem dia nyari duit dari bertarung gulat dan ada adik muridnya yang nonton, kepala sekolah jadi tahu dan dikasih skors deh si Brendannya. Udah bagus jadi guru fisika kenapa gulat, sih? Soalnya Brendan lagi butuh duit buat bayar cicilan rumahnya. Kalo dalam tiga bulan dia kagak bayar, rumahnya bakal disita. Hmm sadis.


Yang bikin film ini drama adalah konflik diantara tiga orang ini, Brendan, Tommy, dan bapaknya. Mereka ini kagak akur. Masa lalu mereka bertiga yang membuat mereka seperti itu. Gengsi tiga orang ini terlalu besar, merasa masing-masing dirinya paling menderita jadinya gak pernah ada jalan untuk mereka minta maaf. Sampai pada suatu hari, Tommy membuat sensasi karena datang ke tempat latihan terus iseng nantangin pegulat profesional, si Pete “Mad Dog” Grimes (Erik Apple) yang lagi latihan dan butuh lawan buat latih tanding. Sewaktu lagi berantem lawan “Mad Dog”, ada yang ngerekam dan di-upload ke Youtube. Buah pun dipetik, akhirnya jadi viral dan menyebar kemana-mana. Film mulai seru dari sini karena kompetisi sesungguhnya baru dimulai.


SPARTA: War on the shore!” adalah kompetisi bela diri campuran yang menawarkan hadiah 5 juta dollar siap menampung para petarung pemberani. Tommy ikutan SPARTA, Brendan ikut, Mad Dog ikut, dan satu lagi, Koba. Pegulat Rusia yang rekornya sangat legendaris. Gak pernah kalah selama karirnya di MMA, juara satu olimpiade dan juara dunia Sambo. Datang ke Amerika untuk mencari korban selanjutnya. Gile..


Kalo menurut saya sih, filmnya itu gokil. Apalagi tokoh-tokohnya yang bikin filmnya hidup. Si Tommy yang sukses banget diperankan oleh Tom Hardy, dingin dan gak banyak omong. Sekalinya ngomong benar-benar jitu dan tepat sasaran. Ngena banget ke lawan bicaranya. Mungkin karena sukses berperan di sini tahun depannya dia sukses dapetin peran Bane di film The Dark Knight Rises (2012).


Kakaknya, si Brendan, seorang guru fisika. Benar-benar anti-realita banget, soalnya guru fisika yang pernah saya lihat gak ada yang seganteng dia. Dan yang paling mendekati kenyataan adalah memang guru fisika adalah sosok yang banyak fans-nya. Fans-nya itu murid-muridnya. Entah ya, mau segalak apapun gurunya, seaneh apapun, walaupun suka bentak-bentak dan bikin kesel, guru fisika tetaplah guru fisika, killer namun fans-nya banyak. Brendan dan guru fisika di sekolah saya pun begitu. Soalnya, kalo dihindarin nilai yang malah anjlok. Ya kalo gak bisa ngitung ya mau gimana lagi selain ngedekatin orangnya secara personal.


Lalu tokoh yang gokil lainnya adalah orang yang ngelatih Brendan Conlon untuk gulat yaitu Frank Campana (Frank Grillo). Suka banget nyetel lagu-lagunya Beethoven waktu latihan, katanya sih biar anak didiknya bisa konsentrasi, fokus, dan tetap kalem. Bahkan, waktu Brendan masuk “cage” atau “ring”-nya, Frank memilih lagu dari Ode to Joy-nya Beethoven untuk mengiringi Brendan masuk ring, biar tetap mengingatkan Brendan untuk tetap santai, gak terburu-buru waktu melawan musuh. Padahal biasanya kalo pegulat masuk ring lagunya itu yang nge-beat kayak hiphop atau dance music gitu. Benar-benar anti-mainstream.


Durasi filmnya itu 140 menit, cukup lama sebenarnya tapi gak kerasa. Tiba-tiba selesai aja, soalnya Gavin O’Connor benar-benar punya taste yang bagus untuk menyenangkan penonton. Dia menyuguhkan banyak adegan pertandingan mirip UFC dengan sangat ciamik. Walaupun pertandingan palsu, tapi benar-benar mirip sama aslinya (emang harus mirip). Yang bikin semangat itu penontonnya yang ramai, komentatornya yang suka ngomong cepat, dan juga tentunya cewek yang suka megang petunjuk angka ronde. Wedang ronde.


Selama nonton adegan pertarungannya, kadang bikin geregetan. Tangan tiba-tiba ikut gerak-gerak, badan yang ikut bergerak seolah menghindari pukulan sampai kaki yang juga nendang-nendang gak karuan. Walaupun hal semacam kayak begini memang biasa banget di film yang berlatarbelakang petarung atau pegulat, tapi yang bikin lebih bagus di mata kritikus adalah drama keluarganya. Pokoknya, hal yang gak terduga nanti bakal kamu dapat di pertandingan finalnya. Pertandingan yang dramatis.

 

You set the pace. You set the rhythm. Feel the Beethoven. Be smarter than him, more patient. Wait for him to make a mistake. And when he does, that’s your moment.

 

Oh, iya, yang bikin hati makin tersentuh adalah ceweknya. Istri dari Brendan onlon yang ngelarang suaminya buat ikut-ikutan bertarung kayak begitu untuk keluarganya. Cewek gak suka sama yang namanya kekerasan. Ini yang membuat saya sadar, cewek gak butuh cowok yang suka berantem, mabuk-mabukkan, atau yang ganteng, maybe. Tapi cewek butuh cowok yang perhatian sama keluarga, yang mau rela berkorban demi keluarga. Toh, pada akhirnya si cewek bakal ikut mendukung juga sih, karena tahu, orang yang disayanginya lagi berjuang untuknya. Benar banget kata pepatah, “Di balik pria yang hebat ada wanita hebat.” Namun sampai saat ini cewek yang kayak begitu hanyalah ibu saya dan adik saya. Terima kasih kalian berdua telah menyemangati saya sampai saat ini. Semoga suatu hari saya bertemu dengan sosok yang seperti ibu dan adik saya, seperti istri Brendan, yang bakal mendukung saya di kala sulit dan tentunya di kala senang.


Sekali lagi, Warrior adalah film yang berlatar belakang seperti UFC. Bela diri campuran. Cowok-cowok harus nonton, cewek juga harus kalau minat, karena drama keluarganya juga ada, adik saya, cewek, si Enok yang saya ajak nonton bareng pun meneteskan air mata (Ya, walaupun saya sadar, setiap saya nonton film bareng Enok pasti akhirnya nangis melulu). Dan juga film ini sukses bikin saya termotivasi untuk jadi pemain smackdown. Do’akan saja. Jangan kaget kalo tiba-tiba saya lagi di televisi bertarung dengan Undertaker, John Cena, atau The Rock. Tapi kayaknya motivasinya gak setinggi teman saya yang curhat di atas, deh, dia sudah lebih dulu soalnya meniti karir di bidang pergulatan UFC dan smackdown ini (maksudnya sering banget nonton UFC sama smackdown, saya mah apa atuh nontonnya Liverpool aja kalo main). Palingan yang benar-benar bisa terjadi, saya bakal bertarung melawan satpol PP minggu depan. Dikarenakan tertangkap razia.

 

Author Image

About Fauzy Husni
Mahasiswa psikologi yang hobi nonton, karena memiliki blog bolehlah disebut blogger. Senang bercerita, menulis tentang apa yang sudah ditontonnya dan apa yang sudah dipelajari di dunia fiksi atau dunia nyata.

No comments:

Post a Comment